Kamis, 26 Maret 2015

kisah hidupku



“Sebuah goresan untukmu”

Part 1…………..
      Hari makin tinggi saja rasanya. Hangat nya semakin lama semakin bertambah seakan menusuk kulit. Siang itu terasa begitu panas, hingga bunga-bunga pun seakan hendak layu kekurangan air. Namun hal itu lantas tak merubah apa yang masih berkecamuk dalam pikiranku, bayangannya rasanya masih selalu membayangi hidupku. Bayangan yang terlalu mengusik ku hingga kadang aku lupa akan hal lain. Kadang aku berpikir dalam sendu ku”oh Tuhan!kenapa hati ini sempat tertaut padanya, dia bukan anak adam yang tulang rusuknya dijadikan sebagai tempat bersemayam rohku ini”. Penyesalan hanya menjadi penyesalan, tak merubah apa yang ada di masa depan.
                        Ku pandang sekitarku berlalu lalang banyak kendaraan, terutama sepeda motor. Memang rumah ku tak jauh, bahkan sangat dekat dengan jalan raya. Ya, rumah ku memang berada di samping jalan raya. Dengan rumah kayu sederhana, cukup untuk tempat bernaung keluargaku.
      Aku berjalan gontai menuju pintu rumahku, dengan pikiran yang tidak bisa beralih darinya. Kesedihan dan penyesalan ini rasanya masih saja merundungku, susah sekali rasanya untuk ku menghapusnya setidaknya untuk mengurangi barang sedikit saja. Perasaan ini justru akibat ulahku sendiri. Kejadian itu baru beberapa bulan yang lalu ku alami. Ya, aku berpisah atau mungkin lebih tepatnya memutus hubungan dengan seorang anak adam. Memang hal itu tak mudah ku terima, sehingga sampai sekarang masih saja bayangnya berkecamuk dan mengusik pikiran bahkan hidupku.
       Setelah cukup puas menghirup udara yang ku rasa masih segar karna disekitar rumahku masih banyak tumbuh pohon hijau walaupun kendaraan yang mengeluarkan gas emisi juga banyak, Kakiku terus saja mengarah masuk ke dalam rumah. Sampai juga tubuhku di peraduanku setelah beberapa jam aku menghirup udara segar di luar.
       Tempat berbaringku terasa sangat nyaman, dengan bantal yang empuk dan guling yang selalu menemaniku, bahkan kadang aku kalang kabut jika gulingku tidak ada karna aku sulit tidur tanpanya. Di sela keheningan dalam suasana nyaman di pembaringan, teringat aku kejadian beberapa tahun yang lalu. Sebuah kisah yang jika ku pikir lucu juga.
      “maaf, ini siapa?” dengan suara penuh tanda tanya. “saya rahmah, bukankah ini ka khairul?” katuku meyakinkan pikiranku. “oh, maaf sayangnya bukan. Saya adik iparnya, maksud saya adik kaka yati istri dari ka khairul.” ya ampun pikirku,malu sendiri rasanya. Cuma rasa malu yang aku rasakan saat itu, hanya kata-kata itu yang mampu terlontar dari mulut ku karna, rasanya mulutku terhalang untuk berkata lebih dari itu.  
       “maaf banget, saya gak tau, saya kira nomor telpon kaka saya,sekali lagi maaf.”berjuta rasa malu rasanya menghujam, jadi bingung mau berkata apa lagi. Hanya kata-kata itu yang rasanya cukup sanggup ku katakan lewat lidah yang rasanya sangat bingung untuk berkata apa.
       Dengan berjuta perasaan malu yang masih saja menggangguku, akhirnya suaranya kembali terdengar menyahut lewat handphone ku “gak apa-apa koq, mungkin ka khairul pernah sms kamu pakai nomor saya, lagian itu berarti kita keluarga. So, ga usah sungkan apalagi malu kepada keluarga sendiri” sahutnya. Lega juga rasanya. Setidaknya itu yang saat itu dapat aku rasakan. Setelah mematikan percakapan ku dengannya, sejenak aku terdiam. Dalam diamku terlintas bahwa suaranya lembut banget pikirku.
      Percakapan itu bermula memang karna keasalanku dan sifat ku yang terlalu ceroboh terhadap segala hal yang ku lakukan. Aku tak pernah mengabaikan istilah yang sering orang katakan “berpikir dulu baru bertindak”. Bahkan kecerobohan ku itu sering menjadi malapetaka bagiku. Pernah suatu ketika aku  membuat tubuh ku kelelahan karna bolak balik dari sekolah ke rumah ku untuk mengambil suatu berkas yang harusnya di kumpul pada hari itu. Ternyata ketika aku balik kerumah aku tak menemukannya, lalu aku kembali kesekolah dan ternyata berkas itu ada dalam ranselku sendiri. Tak terpikir olehku untuk teliti memeriksa ranselku. Tubuhku penuh keringat karna mengayuh sepeda bolak balik dari sekolah kerumah.
        Itulah aku. Tapi kali ini,kecerobohanku itulah yang membuatku mengenalnya. Awalnya pada waktu itu, ketika malam hari aku bingung memikirkan soal bahasa arab yang harusnya dikumpul pada besok harinya. Kebetulan sekali ada satu kaka laki-laki ku yang kurasa cukup pintar dengan mata pelajaran bahasa arab karna ia memang lulusan sebuah pesantern yang cukup terkenal di kotaku, namanya ka khairul.
       Setelah aku mengetik sekian banyak huruf yang merangkai kalimat berisi soal yang ingin ku tanyakan sehubungan dengan soalku, “tit” aku menekan tombol send untuk mengirim pesanku kepada nomor yang ku kira milik kakaku.
      Masih sabar aku menunggu balasan atas pesan yang baru saja kukirim, nomor yang kukira punya kakaku itu menghubungiku. Terus ku angkap. Dan terjadilah percakapan itu.
      Dari kejadian yang lucu itulah berawal. Dari situ aku banyak tau tentangnya. Tanpa kami sadari hubungan kami terus berlanjut. Komunikasi kami berjalan cukup lanjar. Aku tau dimana ia bersekolah, kebiasaannya,hobi sampai sifatnya yang mulai kukenali. Hubungan itu terjalin sampai 1 tahun lebih. Orangnya memang lucu, dan hal itulah yang membuatku cukup merasa nyaman berteman dengannya.
       Sampai akhirnya perasaan ini mulai berubah, bukan hanya sebagai teman atau keluarga tapi lebih dari itu. Sebenarnya memang tak pantas mengingat kakaku yang merupakan suami dari kaka perempuannya. Tapi bagaimanapun juga aku tak bisa mengendalikan apa yang sebenarnya aku rasakan. Dan perasaan itu kurasa juga ia rasakan, dan ternyata benar dugaanku. Ya, hal itu ku ketahui lewat kata-katanya, baik itu lewat pesan, telfon ataupun secara langsung.
       Pada awal pertemuan aku malu-malu untuk menatap matanya. Aku terlalu polos untuk hal itu. Tapi ia justru berbeda denganku. Dengan sikapnya yang santai ia selalu meyakinkanku untuk berani memandangnya, namun ya tetap saja aku masih malu. Aku memang pemalu, itu pendapatku, apalgi terhadap kaum adam. Dari dulu aku memang jarang akrab dengan teman laki-laki di kelasku. Itulah aku.
       Sampai beberapa tahun aku menjalani hubungan dengannya. Ku pikir lucu juga kenapa aku mesti malu menatap wajah orang yang sangat aku sayangi. Kadang aku tersenyum sendiri jika memikirkannya. Tapi ya pikiran itu tetap tak bisa mengubah hal itu.
        Hubunganku awalnya hanya sebagai teman atau tepatnya keluarga walaupun itu hanya di bentuk oleh hubungan besanan, namun seiring berjalannya waktu hubungan itu semakin berkembang. Dengan segala suka cita dan segala bentuk pertengkaran yang sering kami alami. Namun ku rasa hal itu lah yang menjadi bumbu penyedap hubungan kami. Hingga pada suatu saat ia  mengungkapkan isi hatinya padaku “aku suka sama kamu,ku harap kita tidak hanya menjadi teman, namun lebih dari itu, aku mau kamu jadi pacarku.” aku cukup terkejut walaupun kata-kata itu hanya melalui handphone.
       “Oh,Tuhan,harus bagaimana?! Jawaban apa yang harus aku berikan........” hanya itu pikiranku saat itu. Terlau bingung pikiranku untuk memutuskan kata-kata yang akan ku lontarkan kepadanya. Aku mencintainya, tapi di satu sisi aku juga tidak mau pacaran, ada batas yang menghalangiku untuk melakukannya. Batas-batas norma yang memang mengikat setiap individu, baik itu norma adat, agama ,atau yang lainnya. Hal itulah yang selalu menjadi pertimbangan ku saat itu. Segala sesuatunya harus ku pikirkan matang-matang agar tidak ada penyesalan dikemudian hari .
       Selain itu, Dia keluarga dan aku takut jika suatu hari kami berpisah hal itu justru membuat hubunganku dengannya sebagai keluarga menjadi renggang.  Aku pernah juga berjanji kepada kelurgaku, sekolahku dan tentunya kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pacaran dalam beberapa waktu ini. Aku tentu tak bisa melanggar janjiku itu.
       Cukuplah dia menunggu ku sampai aku lulus dari sekolahku. Itulah keputusanku saat itu. Aku mengungkapkannya lewat sebuah pesan pendek yang ku kirimkan kepadanya.  syukur saja dia mau menerima statment ku saat itu. Huh! Lega juga rasanya setidaknya aku tak mengingkari janji yang pernah ku buat dan tak terlalu membuatnya sedih, ku rasa!. Tentu itu membuatku yakin bahwa di benar-benar menyayangiku.
       Kami menjalani hari-hari dengan suka cita walaupun tanpa interaksi dengan hanya lewat komunikasi jarak jauh lewat media handphone. Memang jarang dan sulit sekali untuk bertemu, selain karna aku dan dia beda sekolah, aku juga merasa canggung jika bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimku. Mungkin erat kaitannya dengan unsur agama dan kebudayaan yang melarang dan memandang jelek terhadap laki-laki dan perempuan pergi berduaan. Ku rasa opini ku itu cukup menjagaku dari kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi terhadap ku, walaupun sebenarnya aku tau betul bahwa dia tidak sampai melakukan hal yang buruk tarhadapku,namun aku juga harus menjaga pandangan masyarakat terhadap ku berhubung aku adalah seorang wanita.
        Berjalannya waktu membuat hubungan kami semakin erat, walaupun di selingi dengan berbagai pertengkaran yang kadang membuat hubunganku dengannya merenggang. Namun, justru itu yang ku rasa membuat hubungan kami lebih kokoh, dengan tanpa hubungan yang pasti. Suatu ketika dia memanggilku dengan sebutan adinda. Sebutan itu bagiku satu sebutan yang sangat manis kaya orang-orang kerajaan gitu, tapi ku pikir lucu juga sebutan itu. Selain itu, dia juga memintaku untuk memanggilnya dengan sebutan kakanda. pertama canggung juga, tapi aku susah juga untuk tidak menuruti kemauannya karna aku tau betul sifatnya yang suka meraju.
         Akhirnya aku lulus juga dari sekolahku dengan perjuangan beberapa tahun di sekolah aliyah (setingkat SLTA). Nilaiku cukup memuaskan walaupun ku rasa belum maksimal dengan peringkat rengking 3 dalam UAS dan UN. Setelah lulus aku mulai memikirkan apa yang akan ku lakukan setelah itu, aku benar-benar bingung. Aku pengen banget kuliah, tapi di satu sisi ayahku tidak mengijinkan. Namun seiring berjalannya waktu ayahku mulai lunak dengan pendapat beliau. Beliau mulai mengijinkan aku untuk kuliah tentunya dengan bujuk rayu ibuku yang sangat menginginkanku agar anak bungsunya ini kuliah,karna sebelumnya kaka-kakaku yang tidak ada yang mengenyam pendidikan sampai tingkat kuliah atau S1. Walaupun aku tau izin ayahku tidak disertai dengan restu beliau         
     Sesaat setelah aku lulus, dia mulai menagih janji yang pernah ku buat sebelumnya. Aku benar-benar bingung. “adinda, apakah kau ingat kau pernah bejanji padaku dulu. Kau berkata agar aku menunggumu sampai kau dan aku lulus dari sekolah kita sehingga aku dapat menjadikanmu sebagai pacarku. Sekarang kau tau bahwa kita sudah lulus dari sekolah dan tentunya aku ingin menagih janjimu itu”. Ya ampun apa yang harus ku katakan padanya, aku takut jika aku menolaknya dia akan menjauhiku, namun jika aku menerimanya sebagi pacarku aku akan merasa selalu di bayangi dengan dosa karna sebenarnya agama melarang hal itu. Aku benar-benar kalut saat itu, aku benar-benar tidak tau jawaban apa yang sebenarnya mesti ku berikan padanya.
       “Maaf aku tidak bisa menerimamu, kau mungkin tau kenapa jawabanku seperti ini. Aku ingin menjaga jiwa dan ragaku. Maaf, itu ku lakukan bukan karna aku tidak mencintaimu, tapi lebih dari itu, aku sangat mencintaimu bahkan lebih dari apa yang ku nyatakan selama ini.” hanya kata-kata itu yang mampu ku berikan padanya sebagai ungkapan kebingunganku. Oh, kanda maafkan aku, hanya itu yang mampu terlontar dari balik hati orang yang sangat mencintaimu ini. Namun, suatu ketika pikiranku tiba-tiba berubah, seketika aku ingin memenuhi permintaannya, tapi sayang dia telah cukup kecewa terhadapku. Aku berpikir sejenak, mungkin ini lebih baik bagiku dan dia.
        Waktu terus berjalan, aku tetap berusaha meyakinkannya bahwa hatiku tak pernah berpindah. Syukur saja, usahaku ini berbuahkan hasil. Hubungan kami baik-baik saja, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Aku tetap menyayanginya, dia orang yang membuat ku mampu menghapus bayangan hitam di masa laluku, walaupun tanpa status yang pasti seperti kalangan remaja lainnya, namun aku cukup bahagia karna aku tetap mampu untuk bersamanya.
       Seiring berjalannya waktu, kami sama-sama kuliah namun di tempat yang berbeda, aku di institut agama islam negeri antasari sedangkan ia di universitas lambung mangkurat.
       Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Awalnya, jarak dan waktu yang memisahkan kami tidak menjadi halangan akan hubungan yang kami jalani, namun,lama kelamaan masalah timbul silih berganti. Dia mulai kurang perhatian,mungkin karna tugas kuliah yang mengharuskannya melakukan hal itu. Namun, itu tak hanya terjadi padanya. Tugas yang menumpuk untuk di kerjakan membuatku harus benar-benar teliti membagi waktu. Kadang aku terlalu lelah sehingga membuatku tidak sempat bahkan malas untuk membalas pesannya.
       Ego kami semakin menjadi-jadi hingga akhirnya hal yang tidak di inginkan terjadi. Terlontak kata-kata itu “maafkan aku, aku harus mengakhiri ini semua. Aku tak bisa menjelaskan alasan kenapa aku melakukan ini. Lupakan aku. Hubungan kita mungkin hanya sampai disini.” hanya pesan pendek  itu yang aku terima darinya. Betapa terkejutnya aku, seketika air mata ku rasanya hampir mengalir. Ya Allah. Tak tau lagi aku saat itu. Kesedihan teramat sangat merundungku. Tak pernah terpikir akan terjadi hal yang tak pernah ku inginkan itu.
        Kejadian itu benar-benar menggangguku. Tugas kuliah hanya ku kerjakan seadanya. Seiring dengan itu, ada sebuah pesan masuk dari seorang wanita yang menyuruh aku untuk tidak mendekatinya lagi dan mengaku sebagai pacarnya. Aku terkejut bahkan tak percaya. Secepat itukah dia melupakanku. Tapi aku meyakinkan diri bahwa itu bukanlah kekasihnya.
        Bertambah lah rasanya sakit hatiku, tak mampu rasanya lidah ini berucap. Pikiran ku benar-benar kalut. Aku berusaha minta penjelasan padanya setidaknya untuk memperjelas segalanya,namun usahaku itu nihil.
       Aku mencoba menelfonnya namun jawaban yang ku harap tak ku dapatkan. dia justru mengabaikanku, bahkan menganggapku hanya sebagai pengganggu. Seketika itu pula, air mataku berderai, tangan ku bergetar. Tak mampu ku bendung tangis ini, ku biarkan bercucuran sehabisnya.” ya Tuhan, jika ini memang jalan yang memang kau takdirkan untuk hambamu ini dan sebagai jalan terbaik, maka insyaallah aku sanggup menerimanya.. Kuatka hatiku, yakinkan batinku ya Allah.” doa itu ku harap akan selalu mengiringiku, sampai pada akhirnya aku akan mampu menerima realitas hidupku.
       Mengingat semua itu memang menyakitkan, tapi bisa dijadikan sebagai satu pengalaman dan pelajaran berharga bagi kehidupanku. Cukup sampai di situ saja aku mengenang masa laluku yang ku rasa cukup pahit. Aku tersadar dari ingatan masa laluku. Memori itu tetap lekat dalam pikiranku, tidak akan pernah terhapus dengan proses yang teratur.
       Aku berdiri dari peraduan ku dan mencoba berhenti mengingat masa laluku. Masa lalu yang menjadi bahan pelajran untuk hidup ku saat ini. Mencoba menelaah apa sebenarnya hikmah dari kejadian yang pernah aku alami.dan satu hal yang aku pelajari bahwasanya aku di pertemukan hanya untuk di pisahkan, semuanya hanya masalah waktu, cepat atau lambat.
      Sampai sekarang aku masih menjaga diriku dari yang namanya jatuh cinta. Dan aku berusaha untuk tidak membencinya. Memang tak pantas pula aku membenci. Dia tak pernah salah sedikitpun. Mungkin ada sedikit pikiran dari sudut pandangku bahwa hal itu kesalahannya. Tapi hal itu tak benar. Semuanya terjadi begitu saja, bukan salahnya.
      Lagipula, untuk apa aku membencinya, dia tidak salah dan jika aku membencinya justru akan mengurangi keakrabanku dengannya sebagai keluarga.  Kurasa aku cukup bijak menanggapi hal ini. Aku masih memegang keyakinanku tentang hal itu, dia masih berstatus sebagai  kakaku dan aku sebagai adiknya.                                
      Aku memandang ke luar jendela, memandang apa saja yang Nampak di hadapanku. Pohon dan lalu lintas jalan raya yang cukup ramai. Sembari dalam hatiku berkata “ ingin rasanya aku bertemu dengan mu saat liburan semester ini, aku kangen kamu ka!”. Cuma hal itu yang menjadi keinginanku. Aku kembali lagi ke peraduanku yang cukup nyaman bagiku, seketika itu aku terlelap.
Part 2…………
Waktu silih berganti, berjalan begitu cepat. Hari demi hari telah ku lewati hingga akhirnya masa liburanku yang cukup panjang yang ku habiskan dengan berkumpul keluarga di rumah telah usai. Kini aku kembali menjalani rutunitas harianku, yaitu kuliah.
            Aku kembali ke kota dimana aku menuntut ilmu. Kembali ke asrama ku tercinta dengan sekian banyak kawan-kawan ku yang juga tinggal disana. Dengan di sambut senyum kawan-kawan satu asrama, aku beranjak memasuki pintu asrama berwarna coklat abu-abu di hadapanku. Tak tau apa perasaan yang mestinya ku rasakan, antara senang dan sedih. Senang karna bertemu kembali dengan kawan-kawan tercinta, atau sedih karna untuk kesekian kalinya aku meninggalkan rumah dan terpaksa harus meninggalkan keluarga terutama ayah dan ibuku untuk sementara. Biyarlah hal ini menjadi bumbu perjalanan hidupku dalam menuntut ilmu.
            Kujalani hari-hari yang menyenangkan karna ada teman-temanku di sampingku. Setidaknya mengurangi kesendirian hatiku yang cukup kalut beberapa saat ini. Beda sekali dengan keadaan di rumahku. Di sini suhu ketika malam dan menjelang terbit matahari tidak terlalu dingin seperti di kampungku. Mungkin karna kurang banyaknya pohon yang tumbuh dan banyaknya emisi gas kendaraan di perkotaan yang padat dengan penduduk ini, sehingga baik siang ataupun malam tidak terlalu terasa dingin suhunya.
 Terasa sangat nyaman di kasur yang empuk yang selama ini menemaniku selama aku tinggal di asrama. Sangat malas rasanya tubuh ini untuk bangun. Menggeliat tubuhku untuk sekedar meregangkan otot-otot tubuhku yang kaku karna tidurku yang pulas. Cukup membuat tubuhku terasa nyaman.
Ku pandang kiri dan kananku. Ternyata kedua teman sekamarku telah bangun dan pergi ke kamar mandi. Memang di antara kami, aku yang paling sering telat bangun. Ku buka handphone yang berada di samping tubuhku. Ku lihat jam menunjukkan pukul 05.30 WITA. Pantas saja mereka telah bangun.
Akupun bergegas bangun untuk mandi walaupun aku tau antrian kamar mandi meghadangku. Tapi hal itu tak masalah bagiku, karna memang telah menjadi kebiasaan harian di asramaku.
Setelah teman ku keluar dari kamar mandi segera aku masuk. Secepat klat aku mandi mengingat sholat subuh  berjamaah menghadangku, jika terlambat sedikit jadi masbuqh sholatku.
Jam telah menunjukkan sekitar 06.40. pakaian sudah kupakai, walaupun belum sarapan, aku bergegas pergi menuju kampus untuk mengikuti pembelajaran bahasa arab yang setiap hari senin,selasa dan rabu ku ikuti, dan bahasa inggris pada hari kamis, jum’at dan sabtu.
Jika setelah pembelajran bahasa tidak ada jadwal kuliah yang menunggu, aku kembali ke asrama untuk masak, jika sempat, jika tidak terpaksa aku makan di luar. Jika terdapat mata kuliah yang langsung saja menungguku, dengan terpaksa aku tidak makan jika sebelumnya aku tak sarapan di asrama. Dan dengan sangat terpaksa lagi aku menahan lapar ketika kuliah berlangsung. Dan kadang-kadang pelajaran ku ikuti dengan perut keroncongan yang berbunyi di tengah-tengah pembelajaran.
Ku jalani rutinitas harian itu sampai hampir 4 bulan lamanya. Ku rasakan bagaimana lelahnya mengerjakan tugas yang kadang-kadang menuntutku untuk begadang mengerjakannya. Memang tak mudah, tapi inilah jalan yang ku pilih. Ini merupakan pengorbanan untuk sebuah kebahagian di masa depan. Saat ini yang ku pikirkan hanyalah bagaimana caranya aku membahagiakan kedua oran tuaku. Syukur saja aku memperoleh beasiswa yang sangat membantu ku dalam hal finansialku.
Perjalananku memang tak mudah. Semuanya ku lalui bukan tanpa jerih payah dan titik peluh. Ku harap usahaku akan berbuah manis nantinya. Kembali lagi di tengah kuliahku di semester 2 ini terkadang aku teringat dia. Sosok yang sampai sekarang masih membayangi dan sangat sulit di hapus. Biyar lah hal itu menjadi benalu dan duri perjalannku untuk menjadikanku lebih dewasa menempa diriku.
Tepat sekali pada masa liburan ku semester 2 ini berbarengan dengan bulan puasa ramadhan. Tapi untuk sementara beberapa hari dalam bulan puasa aku masih harus berada di asrama. Itu karna aku masih harus mengikuti ujian final test, penentu kelulusanku di semester 2 ini.
Ujian ku lalui dengan semangat walaupun di tengah puasa yang begitu melelahkan yang di sertai dengan terik matahari kota Banjarmasin yang begitu padat. Akhirnya semuanya ku lalui dengan rasa puas.
Setelah berbenah dan memindahkan barang-barangku ke rumah kontrakan ku yang baru, karna aku sudah harus meninggalkan asrama dan pindah sebelum tanggal 15 juli, aku pulang kampung ke tempat asalku. Sungai gampa asahi, itulah nama desa tercintaku.
Begitu indah dan bahagia rasanya bisa berkumpul dengan keluargaku, apalagi bertepatan dengan bulan suci ramadhan. Ketika sore hari aku membantu ibuku untuk memasak dan menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Dan jika malam hari, aku bersama temanku pergi kemasjid untuk sholat isya dan tarawih berjamaah dengan berjalan kaki. Dan jika tidak ada temanku, aku terpaksa sendirian.
Sampai juga pada hari yang sangat membahagiakan. Hari raya idul fitri menyambutku besok hari. Aku menyiapkan segalanya. Mulai dari baju yang hendak di pakai untu sholat idd, sampai makanan untuk di makan pada hari fitri itu, kalu-kalau ada tamu yang datang.
Malam itu ku jalani dengan membantu ibuku menyiapkan makanan untuk besok. Di sela kesibukanku untuk menngirim ucapan maaf kepada kawan-kawanku, termasuk dia yang pernah hilang dari hidupku.
Balasan pesanku banyak datang, termasuk pesannya. Tak ku sangka dia membalas pesanku. Dan percakapan kami melalui pesan pendek terus berlanjut sampai hari raya idul fitri tiba. Aku mencoba memintanya untuk menemaniku untuk sekedar menikmati udara sore dan itu hanya sebuah lelucon yang ga ku sangka terkabul.
Lama aku menunggunya, bahkan aku mulai lelah dan hendak kembali ke rumahku. Tapi akhirnya aku bertemu pula dengannya. Hanya senyum bahagia yang mampu terungkap lewat bibir ini sebagai ungkapan dalam hatiku. Tapi hal itu mungkin tak dia rasakan. Aku tak tau apakah dia juga bahagia atau tidak bertemu denganku. Tapi untuk saat ini aku tak memperdulikan itu, yang ku pikirkan hanyalah untuk sementara aku merasa bahagia dapat bertemu dengannya setelah sekian lama tapernah bertemu. Tak ada rasa sedih apalagi benci kepadanya, semuanya telah berubah.
Beriringan dengannya membuatku sangat bahagia. Rasanya ini hanya sebuah mimpi yang nyata. Aku tak peduli. Sekalipun ini hanya mimpi, aku tetap merasa bahagia.
Waktu seakan berjalan begitu cepat, hingga akhirnya kami harus sama-sama kembali ke rumah masing-masing. Jika bisa, aku ingin mengulang kejadian itu. Tapi mana mungkin bisa.
Waktu beranjak malam. Nikmat sekali rasanya berbaring dengan bantal dan gulingku. Aku tersenyum mengingat kejadian yang baru sore tadi ku alami. Teringat aku kepada seorang teman satu lokalku. Wanita yang ku rasa sangat begitu kuat. Dia pernah bercerita ada seorang laki-laki yang ia suka sejak ia masih berada di  MTS (madrasah tsanawiyah) sampai ia kuliah. Dan alasan ia masuk kampus yang sama denganku adalah karna laki-laki yang ia suka juga berada di kampus IAIN.
Cintanya begitu besar dan setia. Bahkan ia tak pernah tau bagaimana perasaaan laki-laki itu kepadanya. Yang ia tau, ia menyukai laki-laki sudah lebih dari 6 tahun.
 Dengan perjalanan cintanya yang begitu kuat, dia seakan menjadi sosok panutan bagiku dalam hal cinta. Jika ku pikir kemungkinan perjalanan cintaku juga akan sama seperti dia. Ya, aku mencintainya selama beberapa tahun ini, tanpa aku tau bagaimana perasaannya terhadapku dan tak tau pula rasa ini akan terbalas atau tidak.
Sekarang aku mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Bukan untuk memiliki, tapi cukup di rasakan. Walaupun aku berharap dia punya perasaan yang sama dengan ku tapi harapan itu cukup ku pendam dalam hatiku. Tuhanku lebih tau daripada aku, Dia akan menemukan ku dengan jodoh yang terbaik bagiku, malaupun itu bukan dirinya. Untuk sekarang aku bahagia. Aku tak tau bagaimana keberlanjutan kisahku ini. Aku tetap berharap.
Cinta itu di ciptakan bukan hanya untuk sebuah ikatan, tapi bisa pula hanya sekedar untuk penghias perjalanan hidup sampai manusia menemukan ikatan yang sebenarnya.
Part 2…………
Waktu silih berganti, berjalan begitu cepat. Hari demi hari telah ku lewati hingga akhirnya masa liburanku yang cukup panjang yang ku habiskan dengan berkumpul keluarga di rumah telah usai. Kini aku kembali menjalani rutunitas harianku, yaitu kuliah.
            Aku kembali ke kota dimana aku menuntut ilmu. Kembali ke asrama ku tercinta dengan sekian banyak kawan-kawan ku yang juga tinggal disana. Dengan di sambut senyum kawan-kawan satu asrama, aku beranjak memasuki pintu asrama berwarna coklat abu-abu di hadapanku. Tak tau apa perasaan yang mestinya ku rasakan, antara senang dan sedih. Senang karna bertemu kembali dengan kawan-kawan tercinta, atau sedih karna untuk kesekian kalinya aku meninggalkan rumah dan terpaksa harus meninggalkan keluarga terutama ayah dan ibuku untuk sementara. Biyarlah hal ini menjadi bumbu perjalanan hidupku dalam menuntut ilmu.
            Kujalani hari-hari yang menyenangkan karna ada teman-temanku di sampingku. Setidaknya mengurangi kesendirian hatiku yang cukup kalut beberapa saat ini. Beda sekali dengan keadaan di rumahku. Di sini suhu ketika malam dan menjelang terbit matahari tidak terlalu dingin seperti di kampungku. Mungkin karna kurang banyaknya pohon yang tumbuh dan banyaknya emisi gas kendaraan di perkotaan yang padat dengan penduduk ini, sehingga baik siang ataupun malam tidak terlalu terasa dingin suhunya.
 Terasa sangat nyaman di kasur yang empuk yang selama ini menemaniku selama aku tinggal di asrama. Sangat malas rasanya tubuh ini untuk bangun. Menggeliat tubuhku untuk sekedar meregangkan otot-otot tubuhku yang kaku karna tidurku yang pulas. Cukup membuat tubuhku terasa nyaman.
Ku pandang kiri dan kananku. Ternyata kedua teman sekamarku telah bangun dan pergi ke kamar mandi. Memang di antara kami, aku yang paling sering telat bangun. Ku buka handphone yang berada di samping tubuhku. Ku lihat jam menunjukkan pukul 05.30 WITA. Pantas saja mereka telah bangun.
Akupun bergegas bangun untuk mandi walaupun aku tau antrian kamar mandi meghadangku. Tapi hal itu tak masalah bagiku, karna memang telah menjadi kebiasaan harian di asramaku.
Setelah teman ku keluar dari kamar mandi segera aku masuk. Secepat klat aku mandi mengingat sholat subuh  berjamaah menghadangku, jika terlambat sedikit jadi masbuqh sholatku.
Jam telah menunjukkan sekitar 06.40. pakaian sudah kupakai, walaupun belum sarapan, aku bergegas pergi menuju kampus untuk mengikuti pembelajaran bahasa arab yang setiap hari senin,selasa dan rabu ku ikuti, dan bahasa inggris pada hari kamis, jum’at dan sabtu.
Jika setelah pembelajran bahasa tidak ada jadwal kuliah yang menunggu, aku kembali ke asrama untuk masak, jika sempat, jika tidak terpaksa aku makan di luar. Jika terdapat mata kuliah yang langsung saja menungguku, dengan terpaksa aku tidak makan jika sebelumnya aku tak sarapan di asrama. Dan dengan sangat terpaksa lagi aku menahan lapar ketika kuliah berlangsung. Dan kadang-kadang pelajaran ku ikuti dengan perut keroncongan yang berbunyi di tengah-tengah pembelajaran.
Ku jalani rutinitas harian itu sampai hampir 4 bulan lamanya. Ku rasakan bagaimana lelahnya mengerjakan tugas yang kadang-kadang menuntutku untuk begadang mengerjakannya. Memang tak mudah, tapi inilah jalan yang ku pilih. Ini merupakan pengorbanan untuk sebuah kebahagian di masa depan. Saat ini yang ku pikirkan hanyalah bagaimana caranya aku membahagiakan kedua oran tuaku. Syukur saja aku memperoleh beasiswa yang sangat membantu ku dalam hal finansialku.
Perjalananku memang tak mudah. Semuanya ku lalui bukan tanpa jerih payah dan titik peluh. Ku harap usahaku akan berbuah manis nantinya. Kembali lagi di tengah kuliahku di semester 2 ini terkadang aku teringat dia. Sosok yang sampai sekarang masih membayangi dan sangat sulit di hapus. Biyar lah hal itu menjadi benalu dan duri perjalannku untuk menjadikanku lebih dewasa menempa diriku.
Tepat sekali pada masa liburan ku semester 2 ini berbarengan dengan bulan puasa ramadhan. Tapi untuk sementara beberapa hari dalam bulan puasa aku masih harus berada di asrama. Itu karna aku masih harus mengikuti ujian final test, penentu kelulusanku di semester 2 ini.
Ujian ku lalui dengan semangat walaupun di tengah puasa yang begitu melelahkan yang di sertai dengan terik matahari kota Banjarmasin yang begitu padat. Akhirnya semuanya ku lalui dengan rasa puas.
Setelah berbenah dan memindahkan barang-barangku ke rumah kontrakan ku yang baru, karna aku sudah harus meninggalkan asrama dan pindah sebelum tanggal 15 juli, aku pulang kampung ke tempat asalku. Sungai gampa asahi, itulah nama desa tercintaku.
Begitu indah dan bahagia rasanya bisa berkumpul dengan keluargaku, apalagi bertepatan dengan bulan suci ramadhan. Ketika sore hari aku membantu ibuku untuk memasak dan menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Dan jika malam hari, aku bersama temanku pergi kemasjid untuk sholat isya dan tarawih berjamaah dengan berjalan kaki. Dan jika tidak ada temanku, aku terpaksa sendirian.
Sampai juga pada hari yang sangat membahagiakan. Hari raya idul fitri menyambutku besok hari. Aku menyiapkan segalanya. Mulai dari baju yang hendak di pakai untu sholat idd, sampai makanan untuk di makan pada hari fitri itu, kalu-kalau ada tamu yang datang.
Malam itu ku jalani dengan membantu ibuku menyiapkan makanan untuk besok. Di sela kesibukanku untuk menngirim ucapan maaf kepada kawan-kawanku, termasuk dia yang pernah hilang dari hidupku.
Balasan pesanku banyak datang, termasuk pesannya. Tak ku sangka dia membalas pesanku. Dan percakapan kami melalui pesan pendek terus berlanjut sampai hari raya idul fitri tiba. Aku mencoba memintanya untuk menemaniku untuk sekedar menikmati udara sore dan itu hanya sebuah lelucon yang ga ku sangka terkabul.
Lama aku menunggunya, bahkan aku mulai lelah dan hendak kembali ke rumahku. Tapi akhirnya aku bertemu pula dengannya. Hanya senyum bahagia yang mampu terungkap lewat bibir ini sebagai ungkapan dalam hatiku. Tapi hal itu mungkin tak dia rasakan. Aku tak tau apakah dia juga bahagia atau tidak bertemu denganku. Tapi untuk saat ini aku tak memperdulikan itu, yang ku pikirkan hanyalah untuk sementara aku merasa bahagia dapat bertemu dengannya setelah sekian lama tapernah bertemu. Tak ada rasa sedih apalagi benci kepadanya, semuanya telah berubah.
Beriringan dengannya membuatku sangat bahagia. Rasanya ini hanya sebuah mimpi yang nyata. Aku tak peduli. Sekalipun ini hanya mimpi, aku tetap merasa bahagia.
Waktu seakan berjalan begitu cepat, hingga akhirnya kami harus sama-sama kembali ke rumah masing-masing. Jika bisa, aku ingin mengulang kejadian itu. Tapi mana mungkin bisa.
Waktu beranjak malam. Nikmat sekali rasanya berbaring dengan bantal dan gulingku. Aku tersenyum mengingat kejadian yang baru sore tadi ku alami. Teringat aku kepada seorang teman satu lokalku. Wanita yang ku rasa sangat begitu kuat. Dia pernah bercerita ada seorang laki-laki yang ia suka sejak ia masih berada di  MTS (madrasah tsanawiyah) sampai ia kuliah. Dan alasan ia masuk kampus yang sama denganku adalah karna laki-laki yang ia suka juga berada di kampus IAIN.
Cintanya begitu besar dan setia. Bahkan ia tak pernah tau bagaimana perasaaan laki-laki itu kepadanya. Yang ia tau, ia menyukai laki-laki sudah lebih dari 6 tahun.
 Dengan perjalanan cintanya yang begitu kuat, dia seakan menjadi sosok panutan bagiku dalam hal cinta. Jika ku pikir kemungkinan perjalanan cintaku juga akan sama seperti dia. Ya, aku mencintainya selama beberapa tahun ini, tanpa aku tau bagaimana perasaannya terhadapku dan tak tau pula rasa ini akan terbalas atau tidak.
Sekarang aku mengerti arti cinta yang sesungguhnya. Bukan untuk memiliki, tapi cukup di rasakan. Walaupun aku berharap dia punya perasaan yang sama dengan ku tapi harapan itu cukup ku pendam dalam hatiku. Tuhanku lebih tau daripada aku, Dia akan menemukan ku dengan jodoh yang terbaik bagiku, malaupun itu bukan dirinya. Untuk sekarang aku bahagia. Aku tak tau bagaimana keberlanjutan kisahku ini. Aku tetap berharap.
Cinta itu di ciptakan bukan hanya untuk sebuah ikatan, tapi bisa pula hanya sekedar untuk penghias perjalanan hidup sampai manusia menemukan ikatan yang sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar