“Sebuah goresan untukmu”

Part 1…………..
Hari makin tinggi saja rasanya. Hangat nya semakin lama semakin
bertambah seakan menusuk kulit. Siang itu terasa begitu panas, hingga
bunga-bunga pun seakan hendak layu kekurangan air. Namun hal itu lantas tak
merubah apa yang masih berkecamuk dalam pikiranku, bayangannya rasanya masih
selalu membayangi hidupku. Bayangan yang terlalu mengusik ku hingga kadang aku
lupa akan hal lain. Kadang aku berpikir dalam sendu ku”oh Tuhan!kenapa hati ini
sempat tertaut padanya, dia bukan anak adam yang tulang rusuknya dijadikan
sebagai tempat bersemayam rohku ini”. Penyesalan hanya menjadi penyesalan, tak
merubah apa yang ada di masa depan.
Ku
pandang sekitarku berlalu lalang banyak kendaraan, terutama sepeda motor.
Memang rumah ku tak jauh, bahkan sangat dekat dengan jalan raya. Ya, rumah ku
memang berada di samping jalan raya. Dengan rumah kayu sederhana, cukup untuk
tempat bernaung keluargaku.
Aku berjalan gontai menuju pintu rumahku, dengan pikiran yang tidak bisa
beralih darinya. Kesedihan dan penyesalan ini rasanya masih saja merundungku,
susah sekali rasanya untuk ku menghapusnya setidaknya untuk mengurangi barang
sedikit saja. Perasaan ini justru akibat ulahku sendiri. Kejadian itu baru beberapa
bulan yang lalu ku alami. Ya, aku berpisah atau mungkin lebih tepatnya memutus
hubungan dengan seorang anak adam. Memang hal itu tak mudah ku terima, sehingga
sampai sekarang masih saja bayangnya berkecamuk dan mengusik pikiran bahkan
hidupku.
Setelah cukup puas menghirup udara yang ku rasa masih segar karna
disekitar rumahku masih banyak tumbuh pohon hijau walaupun kendaraan yang
mengeluarkan gas emisi juga banyak, Kakiku terus saja mengarah masuk ke dalam
rumah. Sampai juga tubuhku di peraduanku setelah beberapa jam aku menghirup
udara segar di luar.
Tempat berbaringku terasa sangat nyaman, dengan bantal yang empuk dan
guling yang selalu menemaniku, bahkan kadang aku kalang kabut jika gulingku
tidak ada karna aku sulit tidur tanpanya. Di sela keheningan dalam suasana
nyaman di pembaringan, teringat aku kejadian beberapa tahun yang lalu. Sebuah
kisah yang jika ku pikir lucu juga.
“maaf, ini siapa?” dengan suara penuh tanda tanya. “saya rahmah,
bukankah ini ka khairul?” katuku meyakinkan pikiranku. “oh, maaf sayangnya
bukan. Saya adik iparnya, maksud saya adik kaka yati istri dari ka khairul.” ya
ampun pikirku,malu sendiri rasanya. Cuma rasa malu yang aku rasakan saat itu,
hanya kata-kata itu yang mampu terlontar dari mulut ku karna, rasanya mulutku
terhalang untuk berkata lebih dari itu.
“maaf banget, saya gak tau, saya kira nomor telpon kaka saya,sekali lagi
maaf.”berjuta rasa malu rasanya menghujam, jadi bingung mau berkata apa lagi.
Hanya kata-kata itu yang rasanya cukup sanggup ku katakan lewat lidah yang
rasanya sangat bingung untuk berkata apa.
Dengan berjuta perasaan malu yang masih saja menggangguku, akhirnya
suaranya kembali terdengar menyahut lewat handphone ku “gak apa-apa koq,
mungkin ka khairul pernah sms kamu pakai nomor saya, lagian itu berarti kita
keluarga. So, ga usah sungkan apalagi malu kepada keluarga sendiri” sahutnya. Lega
juga rasanya. Setidaknya itu yang saat itu dapat aku rasakan. Setelah mematikan
percakapan ku dengannya, sejenak aku terdiam. Dalam diamku terlintas bahwa suaranya
lembut banget pikirku.
Percakapan itu bermula memang karna keasalanku dan sifat ku yang terlalu
ceroboh terhadap segala hal yang ku lakukan. Aku tak pernah mengabaikan istilah
yang sering orang katakan “berpikir dulu baru bertindak”. Bahkan kecerobohan ku
itu sering menjadi malapetaka bagiku. Pernah suatu ketika aku membuat tubuh ku kelelahan karna bolak balik
dari sekolah ke rumah ku untuk mengambil suatu berkas yang harusnya di kumpul
pada hari itu. Ternyata ketika aku balik kerumah aku tak menemukannya, lalu aku
kembali kesekolah dan ternyata berkas itu ada dalam ranselku sendiri. Tak
terpikir olehku untuk teliti memeriksa ranselku. Tubuhku penuh keringat karna
mengayuh sepeda bolak balik dari sekolah kerumah.
Itulah aku. Tapi kali ini,kecerobohanku itulah yang membuatku
mengenalnya. Awalnya pada waktu itu, ketika malam hari aku bingung memikirkan
soal bahasa arab yang harusnya dikumpul pada besok harinya. Kebetulan sekali
ada satu kaka laki-laki ku yang kurasa cukup pintar dengan mata pelajaran
bahasa arab karna ia memang lulusan sebuah pesantern yang cukup terkenal di
kotaku, namanya ka khairul.
Setelah aku mengetik sekian banyak huruf yang merangkai kalimat berisi
soal yang ingin ku tanyakan sehubungan dengan soalku, “tit” aku menekan tombol
send untuk mengirim pesanku kepada nomor yang ku kira milik kakaku.
Masih sabar aku menunggu balasan atas pesan yang baru saja kukirim,
nomor yang kukira punya kakaku itu menghubungiku. Terus ku angkap. Dan
terjadilah percakapan itu.
Dari kejadian yang lucu itulah berawal. Dari situ aku banyak tau
tentangnya. Tanpa kami sadari hubungan kami terus berlanjut. Komunikasi kami
berjalan cukup lanjar. Aku tau dimana ia bersekolah, kebiasaannya,hobi sampai
sifatnya yang mulai kukenali. Hubungan itu terjalin sampai 1 tahun lebih.
Orangnya memang lucu, dan hal itulah yang membuatku cukup merasa nyaman
berteman dengannya.
Sampai akhirnya perasaan ini mulai berubah, bukan hanya sebagai teman
atau keluarga tapi lebih dari itu. Sebenarnya memang tak pantas mengingat
kakaku yang merupakan suami dari kaka perempuannya. Tapi bagaimanapun juga aku
tak bisa mengendalikan apa yang sebenarnya aku rasakan. Dan perasaan itu kurasa
juga ia rasakan, dan ternyata benar dugaanku. Ya, hal itu ku ketahui lewat
kata-katanya, baik itu lewat pesan, telfon ataupun secara langsung.
Pada awal pertemuan aku malu-malu untuk menatap matanya. Aku terlalu
polos untuk hal itu. Tapi ia justru berbeda denganku. Dengan sikapnya yang
santai ia selalu meyakinkanku untuk berani memandangnya, namun ya tetap saja
aku masih malu. Aku memang pemalu, itu pendapatku, apalgi terhadap kaum adam.
Dari dulu aku memang jarang akrab dengan teman laki-laki di kelasku. Itulah
aku.
Sampai beberapa tahun aku menjalani hubungan dengannya. Ku pikir lucu
juga kenapa aku mesti malu menatap wajah orang yang sangat aku sayangi. Kadang
aku tersenyum sendiri jika memikirkannya. Tapi ya pikiran itu tetap tak bisa
mengubah hal itu.
Hubunganku awalnya hanya sebagai teman atau tepatnya keluarga walaupun
itu hanya di bentuk oleh hubungan besanan, namun seiring berjalannya waktu
hubungan itu semakin berkembang. Dengan segala suka cita dan segala bentuk
pertengkaran yang sering kami alami. Namun ku rasa hal itu lah yang menjadi
bumbu penyedap hubungan kami. Hingga pada suatu saat ia mengungkapkan isi hatinya padaku “aku suka
sama kamu,ku harap kita tidak hanya menjadi teman, namun lebih dari itu, aku
mau kamu jadi pacarku.” aku cukup terkejut walaupun kata-kata itu hanya melalui
handphone.
“Oh,Tuhan,harus bagaimana?! Jawaban apa yang harus aku berikan........”
hanya itu pikiranku saat itu. Terlau bingung pikiranku untuk memutuskan
kata-kata yang akan ku lontarkan kepadanya. Aku mencintainya, tapi di satu sisi
aku juga tidak mau pacaran, ada batas yang menghalangiku untuk melakukannya. Batas-batas
norma yang memang mengikat setiap individu, baik itu norma adat, agama ,atau
yang lainnya. Hal itulah yang selalu menjadi pertimbangan ku saat itu. Segala
sesuatunya harus ku pikirkan matang-matang agar tidak ada penyesalan dikemudian
hari .
Selain itu, Dia keluarga dan aku takut jika suatu hari kami berpisah hal
itu justru membuat hubunganku dengannya sebagai keluarga menjadi renggang. Aku pernah juga berjanji kepada kelurgaku,
sekolahku dan tentunya kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pacaran dalam
beberapa waktu ini. Aku tentu tak bisa melanggar janjiku itu.
Cukuplah dia menunggu ku sampai aku lulus dari sekolahku. Itulah
keputusanku saat itu. Aku mengungkapkannya lewat sebuah pesan pendek yang ku
kirimkan kepadanya. syukur saja dia mau
menerima statment ku saat itu. Huh! Lega juga rasanya setidaknya aku tak
mengingkari janji yang pernah ku buat dan tak terlalu membuatnya sedih, ku
rasa!. Tentu itu membuatku yakin bahwa di benar-benar menyayangiku.
Kami menjalani hari-hari dengan suka cita walaupun tanpa interaksi
dengan hanya lewat komunikasi jarak jauh lewat media handphone. Memang jarang
dan sulit sekali untuk bertemu, selain karna aku dan dia beda sekolah, aku juga
merasa canggung jika bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimku. Mungkin erat
kaitannya dengan unsur agama dan kebudayaan yang melarang dan memandang jelek
terhadap laki-laki dan perempuan pergi berduaan. Ku rasa opini ku itu cukup
menjagaku dari kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi terhadap ku, walaupun
sebenarnya aku tau betul bahwa dia tidak sampai melakukan hal yang buruk
tarhadapku,namun aku juga harus menjaga pandangan masyarakat terhadap ku
berhubung aku adalah seorang wanita.
Berjalannya waktu membuat hubungan kami semakin erat, walaupun di
selingi dengan berbagai pertengkaran yang kadang membuat hubunganku dengannya
merenggang. Namun, justru itu yang ku rasa membuat hubungan kami lebih kokoh,
dengan tanpa hubungan yang pasti. Suatu ketika dia memanggilku dengan sebutan adinda.
Sebutan itu bagiku satu sebutan yang sangat manis kaya orang-orang kerajaan
gitu, tapi ku pikir lucu juga sebutan itu. Selain itu, dia juga memintaku untuk
memanggilnya dengan sebutan kakanda. pertama canggung juga, tapi aku
susah juga untuk tidak menuruti kemauannya karna aku tau betul sifatnya yang
suka meraju.
Akhirnya aku lulus juga dari sekolahku dengan perjuangan beberapa tahun
di sekolah aliyah (setingkat SLTA). Nilaiku cukup memuaskan walaupun ku rasa
belum maksimal dengan peringkat rengking 3 dalam UAS dan UN. Setelah lulus aku
mulai memikirkan apa yang akan ku lakukan setelah itu, aku benar-benar bingung.
Aku pengen banget kuliah, tapi di satu sisi ayahku tidak mengijinkan. Namun
seiring berjalannya waktu ayahku mulai lunak dengan pendapat beliau. Beliau
mulai mengijinkan aku untuk kuliah tentunya dengan bujuk rayu ibuku yang sangat
menginginkanku agar anak bungsunya ini kuliah,karna sebelumnya kaka-kakaku yang
tidak ada yang mengenyam pendidikan sampai tingkat kuliah atau S1. Walaupun aku
tau izin ayahku tidak disertai dengan restu beliau
Sesaat setelah aku lulus, dia mulai menagih janji yang pernah ku buat
sebelumnya. Aku benar-benar bingung. “adinda, apakah kau ingat kau pernah
bejanji padaku dulu. Kau berkata agar aku menunggumu sampai kau dan aku lulus
dari sekolah kita sehingga aku dapat menjadikanmu sebagai pacarku. Sekarang kau
tau bahwa kita sudah lulus dari sekolah dan tentunya aku ingin menagih janjimu
itu”. Ya ampun apa yang harus ku katakan padanya, aku takut jika aku menolaknya
dia akan menjauhiku, namun jika aku menerimanya sebagi pacarku aku akan merasa
selalu di bayangi dengan dosa karna sebenarnya agama melarang hal itu. Aku
benar-benar kalut saat itu, aku benar-benar tidak tau jawaban apa yang
sebenarnya mesti ku berikan padanya.
“Maaf aku tidak bisa menerimamu, kau mungkin tau kenapa jawabanku
seperti ini. Aku ingin menjaga jiwa dan ragaku. Maaf, itu ku lakukan bukan
karna aku tidak mencintaimu, tapi lebih dari itu, aku sangat mencintaimu bahkan
lebih dari apa yang ku nyatakan selama ini.” hanya kata-kata itu yang mampu ku
berikan padanya sebagai ungkapan kebingunganku. Oh, kanda maafkan aku, hanya
itu yang mampu terlontar dari balik hati orang yang sangat mencintaimu ini.
Namun, suatu ketika pikiranku tiba-tiba berubah, seketika aku ingin memenuhi
permintaannya, tapi sayang dia telah cukup kecewa terhadapku. Aku berpikir
sejenak, mungkin ini lebih baik bagiku dan dia.
Waktu terus berjalan, aku tetap berusaha meyakinkannya bahwa hatiku tak
pernah berpindah. Syukur saja, usahaku ini berbuahkan hasil. Hubungan kami
baik-baik saja, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Aku tetap
menyayanginya, dia orang yang membuat ku mampu menghapus bayangan hitam di masa
laluku, walaupun tanpa status yang pasti seperti kalangan remaja lainnya, namun
aku cukup bahagia karna aku tetap mampu untuk bersamanya.
Seiring berjalannya waktu, kami sama-sama kuliah namun di tempat yang
berbeda, aku di institut agama islam negeri antasari sedangkan ia di
universitas lambung mangkurat.
Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Awalnya, jarak dan waktu
yang memisahkan kami tidak menjadi halangan akan hubungan yang kami jalani,
namun,lama kelamaan masalah timbul silih berganti. Dia mulai kurang
perhatian,mungkin karna tugas kuliah yang mengharuskannya melakukan hal itu.
Namun, itu tak hanya terjadi padanya. Tugas yang menumpuk untuk di kerjakan
membuatku harus benar-benar teliti membagi waktu. Kadang aku terlalu lelah
sehingga membuatku tidak sempat bahkan malas untuk membalas pesannya.
Ego kami semakin menjadi-jadi hingga akhirnya hal yang tidak di inginkan
terjadi. Terlontak kata-kata itu “maafkan aku, aku harus mengakhiri ini semua.
Aku tak bisa menjelaskan alasan kenapa aku melakukan ini. Lupakan aku. Hubungan
kita mungkin hanya sampai disini.” hanya pesan pendek itu yang aku terima darinya. Betapa
terkejutnya aku, seketika air mata ku rasanya hampir mengalir. Ya Allah. Tak
tau lagi aku saat itu. Kesedihan teramat sangat merundungku. Tak pernah
terpikir akan terjadi hal yang tak pernah ku inginkan itu.
Kejadian itu benar-benar menggangguku. Tugas kuliah hanya ku kerjakan
seadanya. Seiring dengan itu, ada sebuah pesan masuk dari seorang wanita yang
menyuruh aku untuk tidak mendekatinya lagi dan mengaku sebagai pacarnya. Aku
terkejut bahkan tak percaya. Secepat itukah dia melupakanku. Tapi aku
meyakinkan diri bahwa itu bukanlah kekasihnya.
Bertambah lah rasanya sakit hatiku, tak mampu rasanya lidah ini berucap.
Pikiran ku benar-benar kalut. Aku berusaha minta penjelasan padanya setidaknya
untuk memperjelas segalanya,namun usahaku itu nihil.
Aku mencoba menelfonnya namun jawaban yang ku harap tak ku dapatkan. dia
justru mengabaikanku, bahkan menganggapku hanya sebagai pengganggu. Seketika
itu pula, air mataku berderai, tangan ku bergetar. Tak mampu ku bendung tangis
ini, ku biarkan bercucuran sehabisnya.” ya Tuhan, jika ini memang jalan yang memang
kau takdirkan untuk hambamu ini dan sebagai jalan terbaik, maka insyaallah aku
sanggup menerimanya.. Kuatka hatiku, yakinkan batinku ya Allah.” doa itu ku
harap akan selalu mengiringiku, sampai pada akhirnya aku akan mampu menerima
realitas hidupku.
Mengingat semua itu memang
menyakitkan, tapi bisa dijadikan sebagai satu pengalaman dan pelajaran berharga
bagi kehidupanku. Cukup sampai di situ saja aku mengenang masa laluku yang ku
rasa cukup pahit. Aku tersadar dari ingatan masa laluku. Memori itu tetap lekat
dalam pikiranku, tidak akan pernah terhapus dengan proses yang teratur.
Aku berdiri dari peraduan ku dan mencoba berhenti mengingat masa laluku.
Masa lalu yang menjadi bahan pelajran untuk hidup ku saat ini. Mencoba menelaah
apa sebenarnya hikmah dari kejadian yang pernah aku alami.dan satu hal yang aku
pelajari bahwasanya aku di pertemukan hanya untuk di pisahkan, semuanya hanya
masalah waktu, cepat atau lambat.
Sampai sekarang aku masih menjaga diriku dari yang namanya jatuh cinta.
Dan aku berusaha untuk tidak membencinya. Memang tak pantas pula aku membenci.
Dia tak pernah salah sedikitpun. Mungkin ada sedikit pikiran dari sudut
pandangku bahwa hal itu kesalahannya. Tapi hal itu tak benar. Semuanya terjadi
begitu saja, bukan salahnya.
Lagipula, untuk apa aku membencinya, dia tidak salah dan jika aku
membencinya justru akan mengurangi keakrabanku dengannya sebagai keluarga. Kurasa aku cukup bijak menanggapi hal ini. Aku
masih memegang keyakinanku tentang hal itu, dia masih berstatus sebagai kakaku dan aku sebagai adiknya.
Aku memandang ke luar jendela, memandang apa saja yang Nampak di
hadapanku. Pohon dan lalu lintas jalan raya yang cukup ramai. Sembari dalam
hatiku berkata “ ingin rasanya aku bertemu dengan mu saat liburan semester ini,
aku kangen kamu ka!”. Cuma hal itu yang menjadi keinginanku. Aku kembali lagi
ke peraduanku yang cukup nyaman bagiku, seketika itu aku terlelap.
Part 2…………
Waktu silih berganti,
berjalan begitu cepat. Hari demi hari telah ku lewati hingga akhirnya masa
liburanku yang cukup panjang yang ku habiskan dengan berkumpul keluarga di
rumah telah usai. Kini aku kembali menjalani rutunitas harianku, yaitu kuliah.
Aku kembali ke kota dimana aku menuntut ilmu. Kembali ke asrama ku
tercinta dengan sekian banyak kawan-kawan ku yang juga tinggal disana. Dengan
di sambut senyum kawan-kawan satu asrama, aku beranjak memasuki pintu asrama
berwarna coklat abu-abu di hadapanku. Tak tau apa perasaan yang mestinya ku
rasakan, antara senang dan sedih. Senang karna bertemu kembali dengan
kawan-kawan tercinta, atau sedih karna untuk kesekian kalinya aku meninggalkan
rumah dan terpaksa harus meninggalkan keluarga terutama ayah dan ibuku untuk
sementara. Biyarlah hal ini menjadi bumbu perjalanan hidupku dalam menuntut
ilmu.
Kujalani
hari-hari yang menyenangkan karna ada teman-temanku di sampingku. Setidaknya
mengurangi kesendirian hatiku yang cukup kalut beberapa saat ini. Beda sekali
dengan keadaan di rumahku. Di sini suhu ketika malam dan menjelang terbit
matahari tidak terlalu dingin seperti di kampungku. Mungkin karna kurang
banyaknya pohon yang tumbuh dan banyaknya emisi gas kendaraan di perkotaan yang
padat dengan penduduk ini, sehingga baik siang ataupun malam tidak terlalu terasa
dingin suhunya.
Terasa sangat nyaman di kasur yang empuk yang
selama ini menemaniku selama aku tinggal di asrama. Sangat malas rasanya tubuh
ini untuk bangun. Menggeliat tubuhku untuk sekedar meregangkan otot-otot
tubuhku yang kaku karna tidurku yang pulas. Cukup membuat tubuhku terasa
nyaman.
Ku pandang kiri dan
kananku. Ternyata kedua teman sekamarku telah bangun dan pergi ke kamar mandi.
Memang di antara kami, aku yang paling sering telat bangun. Ku buka handphone
yang berada di samping tubuhku. Ku lihat jam menunjukkan pukul 05.30 WITA.
Pantas saja mereka telah bangun.
Akupun bergegas bangun
untuk mandi walaupun aku tau antrian kamar mandi meghadangku. Tapi hal itu tak
masalah bagiku, karna memang telah menjadi kebiasaan harian di asramaku.
Setelah teman ku keluar
dari kamar mandi segera aku masuk. Secepat klat aku mandi mengingat sholat
subuh berjamaah menghadangku, jika
terlambat sedikit jadi masbuqh sholatku.
Jam telah menunjukkan
sekitar 06.40. pakaian sudah kupakai, walaupun belum sarapan, aku bergegas
pergi menuju kampus untuk mengikuti pembelajaran bahasa arab yang setiap hari
senin,selasa dan rabu ku ikuti, dan bahasa inggris pada hari kamis, jum’at dan
sabtu.
Jika setelah pembelajran
bahasa tidak ada jadwal kuliah yang menunggu, aku kembali ke asrama untuk
masak, jika sempat, jika tidak terpaksa aku makan di luar. Jika terdapat mata
kuliah yang langsung saja menungguku, dengan terpaksa aku tidak makan jika
sebelumnya aku tak sarapan di asrama. Dan dengan sangat terpaksa lagi aku
menahan lapar ketika kuliah berlangsung. Dan kadang-kadang pelajaran ku ikuti
dengan perut keroncongan yang berbunyi di tengah-tengah pembelajaran.
Ku jalani rutinitas
harian itu sampai hampir 4 bulan lamanya. Ku rasakan bagaimana lelahnya
mengerjakan tugas yang kadang-kadang menuntutku untuk begadang mengerjakannya.
Memang tak mudah, tapi inilah jalan yang ku pilih. Ini merupakan pengorbanan
untuk sebuah kebahagian di masa depan. Saat ini yang ku pikirkan hanyalah
bagaimana caranya aku membahagiakan kedua oran tuaku. Syukur saja aku
memperoleh beasiswa yang sangat membantu ku dalam hal finansialku.
Perjalananku memang tak
mudah. Semuanya ku lalui bukan tanpa jerih payah dan titik peluh. Ku harap
usahaku akan berbuah manis nantinya. Kembali lagi di tengah kuliahku di semester
2 ini terkadang aku teringat dia. Sosok yang sampai sekarang masih membayangi
dan sangat sulit di hapus. Biyar lah hal itu menjadi benalu dan duri
perjalannku untuk menjadikanku lebih dewasa menempa diriku.
Tepat sekali pada masa
liburan ku semester 2 ini berbarengan dengan bulan puasa ramadhan. Tapi untuk
sementara beberapa hari dalam bulan puasa aku masih harus berada di asrama. Itu
karna aku masih harus mengikuti ujian final test, penentu kelulusanku di
semester 2 ini.
Ujian ku lalui dengan
semangat walaupun di tengah puasa yang begitu melelahkan yang di sertai dengan
terik matahari kota Banjarmasin yang begitu padat. Akhirnya semuanya ku lalui
dengan rasa puas.
Setelah berbenah dan
memindahkan barang-barangku ke rumah kontrakan ku yang baru, karna aku sudah
harus meninggalkan asrama dan pindah sebelum tanggal 15 juli, aku pulang
kampung ke tempat asalku. Sungai gampa asahi, itulah nama desa tercintaku.
Begitu indah dan bahagia
rasanya bisa berkumpul dengan keluargaku, apalagi bertepatan dengan bulan suci
ramadhan. Ketika sore hari aku membantu ibuku untuk memasak dan menyiapkan
makanan untuk berbuka puasa. Dan jika malam hari, aku bersama temanku pergi
kemasjid untuk sholat isya dan tarawih berjamaah dengan berjalan kaki. Dan jika
tidak ada temanku, aku terpaksa sendirian.
Sampai juga pada hari
yang sangat membahagiakan. Hari raya idul fitri menyambutku besok hari. Aku
menyiapkan segalanya. Mulai dari baju yang hendak di pakai untu sholat idd,
sampai makanan untuk di makan pada hari fitri itu, kalu-kalau ada tamu yang
datang.
Malam itu ku jalani
dengan membantu ibuku menyiapkan makanan untuk besok. Di sela kesibukanku untuk
menngirim ucapan maaf kepada kawan-kawanku, termasuk dia yang pernah hilang
dari hidupku.
Balasan pesanku banyak
datang, termasuk pesannya. Tak ku sangka dia membalas pesanku. Dan percakapan
kami melalui pesan pendek terus berlanjut sampai hari raya idul fitri tiba. Aku
mencoba memintanya untuk menemaniku untuk sekedar menikmati udara sore dan itu
hanya sebuah lelucon yang ga ku sangka terkabul.
Lama aku menunggunya,
bahkan aku mulai lelah dan hendak kembali ke rumahku. Tapi akhirnya aku bertemu
pula dengannya. Hanya senyum bahagia yang mampu terungkap lewat bibir ini
sebagai ungkapan dalam hatiku. Tapi hal itu mungkin tak dia rasakan. Aku tak
tau apakah dia juga bahagia atau tidak bertemu denganku. Tapi untuk saat ini
aku tak memperdulikan itu, yang ku pikirkan hanyalah untuk sementara aku merasa
bahagia dapat bertemu dengannya setelah sekian lama tapernah bertemu. Tak ada
rasa sedih apalagi benci kepadanya, semuanya telah berubah.
Beriringan dengannya
membuatku sangat bahagia. Rasanya ini hanya sebuah mimpi yang nyata. Aku tak
peduli. Sekalipun ini hanya mimpi, aku tetap merasa bahagia.
Waktu seakan berjalan
begitu cepat, hingga akhirnya kami harus sama-sama kembali ke rumah
masing-masing. Jika bisa, aku ingin mengulang kejadian itu. Tapi mana mungkin
bisa.
Waktu beranjak malam.
Nikmat sekali rasanya berbaring dengan bantal dan gulingku. Aku tersenyum
mengingat kejadian yang baru sore tadi ku alami. Teringat aku kepada seorang
teman satu lokalku. Wanita yang ku rasa sangat begitu kuat. Dia pernah
bercerita ada seorang laki-laki yang ia suka sejak ia masih berada di MTS (madrasah tsanawiyah) sampai ia kuliah.
Dan alasan ia masuk kampus yang sama denganku adalah karna laki-laki yang ia
suka juga berada di kampus IAIN.
Cintanya begitu besar dan
setia. Bahkan ia tak pernah tau bagaimana perasaaan laki-laki itu kepadanya.
Yang ia tau, ia menyukai laki-laki sudah lebih dari 6 tahun.
Dengan perjalanan cintanya yang begitu kuat,
dia seakan menjadi sosok panutan bagiku dalam hal cinta. Jika ku pikir
kemungkinan perjalanan cintaku juga akan sama seperti dia. Ya, aku mencintainya
selama beberapa tahun ini, tanpa aku tau bagaimana perasaannya terhadapku dan
tak tau pula rasa ini akan terbalas atau tidak.
Sekarang aku mengerti
arti cinta yang sesungguhnya. Bukan untuk memiliki, tapi cukup di rasakan.
Walaupun aku berharap dia punya perasaan yang sama dengan ku tapi harapan itu
cukup ku pendam dalam hatiku. Tuhanku lebih tau daripada aku, Dia akan
menemukan ku dengan jodoh yang terbaik bagiku, malaupun itu bukan dirinya.
Untuk sekarang aku bahagia. Aku tak tau bagaimana keberlanjutan kisahku ini.
Aku tetap berharap.
Cinta itu di ciptakan
bukan hanya untuk sebuah ikatan, tapi bisa pula hanya sekedar untuk penghias
perjalanan hidup sampai manusia menemukan ikatan yang sebenarnya.
Part 2…………
Waktu silih berganti,
berjalan begitu cepat. Hari demi hari telah ku lewati hingga akhirnya masa
liburanku yang cukup panjang yang ku habiskan dengan berkumpul keluarga di
rumah telah usai. Kini aku kembali menjalani rutunitas harianku, yaitu kuliah.
Aku kembali ke kota dimana aku menuntut ilmu. Kembali ke asrama ku
tercinta dengan sekian banyak kawan-kawan ku yang juga tinggal disana. Dengan
di sambut senyum kawan-kawan satu asrama, aku beranjak memasuki pintu asrama
berwarna coklat abu-abu di hadapanku. Tak tau apa perasaan yang mestinya ku
rasakan, antara senang dan sedih. Senang karna bertemu kembali dengan
kawan-kawan tercinta, atau sedih karna untuk kesekian kalinya aku meninggalkan
rumah dan terpaksa harus meninggalkan keluarga terutama ayah dan ibuku untuk
sementara. Biyarlah hal ini menjadi bumbu perjalanan hidupku dalam menuntut
ilmu.
Kujalani
hari-hari yang menyenangkan karna ada teman-temanku di sampingku. Setidaknya
mengurangi kesendirian hatiku yang cukup kalut beberapa saat ini. Beda sekali
dengan keadaan di rumahku. Di sini suhu ketika malam dan menjelang terbit
matahari tidak terlalu dingin seperti di kampungku. Mungkin karna kurang
banyaknya pohon yang tumbuh dan banyaknya emisi gas kendaraan di perkotaan yang
padat dengan penduduk ini, sehingga baik siang ataupun malam tidak terlalu
terasa dingin suhunya.
Terasa sangat nyaman di kasur yang empuk yang
selama ini menemaniku selama aku tinggal di asrama. Sangat malas rasanya tubuh
ini untuk bangun. Menggeliat tubuhku untuk sekedar meregangkan otot-otot
tubuhku yang kaku karna tidurku yang pulas. Cukup membuat tubuhku terasa
nyaman.
Ku pandang kiri dan
kananku. Ternyata kedua teman sekamarku telah bangun dan pergi ke kamar mandi.
Memang di antara kami, aku yang paling sering telat bangun. Ku buka handphone
yang berada di samping tubuhku. Ku lihat jam menunjukkan pukul 05.30 WITA.
Pantas saja mereka telah bangun.
Akupun bergegas bangun
untuk mandi walaupun aku tau antrian kamar mandi meghadangku. Tapi hal itu tak
masalah bagiku, karna memang telah menjadi kebiasaan harian di asramaku.
Setelah teman ku keluar
dari kamar mandi segera aku masuk. Secepat klat aku mandi mengingat sholat
subuh berjamaah menghadangku, jika
terlambat sedikit jadi masbuqh sholatku.
Jam telah menunjukkan
sekitar 06.40. pakaian sudah kupakai, walaupun belum sarapan, aku bergegas
pergi menuju kampus untuk mengikuti pembelajaran bahasa arab yang setiap hari
senin,selasa dan rabu ku ikuti, dan bahasa inggris pada hari kamis, jum’at dan
sabtu.
Jika setelah pembelajran
bahasa tidak ada jadwal kuliah yang menunggu, aku kembali ke asrama untuk
masak, jika sempat, jika tidak terpaksa aku makan di luar. Jika terdapat mata
kuliah yang langsung saja menungguku, dengan terpaksa aku tidak makan jika
sebelumnya aku tak sarapan di asrama. Dan dengan sangat terpaksa lagi aku
menahan lapar ketika kuliah berlangsung. Dan kadang-kadang pelajaran ku ikuti
dengan perut keroncongan yang berbunyi di tengah-tengah pembelajaran.
Ku jalani rutinitas
harian itu sampai hampir 4 bulan lamanya. Ku rasakan bagaimana lelahnya
mengerjakan tugas yang kadang-kadang menuntutku untuk begadang mengerjakannya.
Memang tak mudah, tapi inilah jalan yang ku pilih. Ini merupakan pengorbanan
untuk sebuah kebahagian di masa depan. Saat ini yang ku pikirkan hanyalah
bagaimana caranya aku membahagiakan kedua oran tuaku. Syukur saja aku
memperoleh beasiswa yang sangat membantu ku dalam hal finansialku.
Perjalananku memang tak
mudah. Semuanya ku lalui bukan tanpa jerih payah dan titik peluh. Ku harap
usahaku akan berbuah manis nantinya. Kembali lagi di tengah kuliahku di
semester 2 ini terkadang aku teringat dia. Sosok yang sampai sekarang masih
membayangi dan sangat sulit di hapus. Biyar lah hal itu menjadi benalu dan duri
perjalannku untuk menjadikanku lebih dewasa menempa diriku.
Tepat sekali pada masa
liburan ku semester 2 ini berbarengan dengan bulan puasa ramadhan. Tapi untuk
sementara beberapa hari dalam bulan puasa aku masih harus berada di asrama. Itu
karna aku masih harus mengikuti ujian final test, penentu kelulusanku di
semester 2 ini.
Ujian ku lalui dengan
semangat walaupun di tengah puasa yang begitu melelahkan yang di sertai dengan
terik matahari kota Banjarmasin yang begitu padat. Akhirnya semuanya ku lalui
dengan rasa puas.
Setelah berbenah dan
memindahkan barang-barangku ke rumah kontrakan ku yang baru, karna aku sudah
harus meninggalkan asrama dan pindah sebelum tanggal 15 juli, aku pulang
kampung ke tempat asalku. Sungai gampa asahi, itulah nama desa tercintaku.
Begitu indah dan bahagia
rasanya bisa berkumpul dengan keluargaku, apalagi bertepatan dengan bulan suci
ramadhan. Ketika sore hari aku membantu ibuku untuk memasak dan menyiapkan
makanan untuk berbuka puasa. Dan jika malam hari, aku bersama temanku pergi
kemasjid untuk sholat isya dan tarawih berjamaah dengan berjalan kaki. Dan jika
tidak ada temanku, aku terpaksa sendirian.
Sampai juga pada hari
yang sangat membahagiakan. Hari raya idul fitri menyambutku besok hari. Aku
menyiapkan segalanya. Mulai dari baju yang hendak di pakai untu sholat idd,
sampai makanan untuk di makan pada hari fitri itu, kalu-kalau ada tamu yang
datang.
Malam itu ku jalani
dengan membantu ibuku menyiapkan makanan untuk besok. Di sela kesibukanku untuk
menngirim ucapan maaf kepada kawan-kawanku, termasuk dia yang pernah hilang
dari hidupku.
Balasan pesanku banyak
datang, termasuk pesannya. Tak ku sangka dia membalas pesanku. Dan percakapan
kami melalui pesan pendek terus berlanjut sampai hari raya idul fitri tiba. Aku
mencoba memintanya untuk menemaniku untuk sekedar menikmati udara sore dan itu
hanya sebuah lelucon yang ga ku sangka terkabul.
Lama aku menunggunya,
bahkan aku mulai lelah dan hendak kembali ke rumahku. Tapi akhirnya aku bertemu
pula dengannya. Hanya senyum bahagia yang mampu terungkap lewat bibir ini
sebagai ungkapan dalam hatiku. Tapi hal itu mungkin tak dia rasakan. Aku tak
tau apakah dia juga bahagia atau tidak bertemu denganku. Tapi untuk saat ini
aku tak memperdulikan itu, yang ku pikirkan hanyalah untuk sementara aku merasa
bahagia dapat bertemu dengannya setelah sekian lama tapernah bertemu. Tak ada
rasa sedih apalagi benci kepadanya, semuanya telah berubah.
Beriringan dengannya
membuatku sangat bahagia. Rasanya ini hanya sebuah mimpi yang nyata. Aku tak
peduli. Sekalipun ini hanya mimpi, aku tetap merasa bahagia.
Waktu seakan berjalan
begitu cepat, hingga akhirnya kami harus sama-sama kembali ke rumah masing-masing.
Jika bisa, aku ingin mengulang kejadian itu. Tapi mana mungkin bisa.
Waktu beranjak malam.
Nikmat sekali rasanya berbaring dengan bantal dan gulingku. Aku tersenyum
mengingat kejadian yang baru sore tadi ku alami. Teringat aku kepada seorang
teman satu lokalku. Wanita yang ku rasa sangat begitu kuat. Dia pernah
bercerita ada seorang laki-laki yang ia suka sejak ia masih berada di MTS (madrasah tsanawiyah) sampai ia kuliah.
Dan alasan ia masuk kampus yang sama denganku adalah karna laki-laki yang ia suka
juga berada di kampus IAIN.
Cintanya begitu besar dan
setia. Bahkan ia tak pernah tau bagaimana perasaaan laki-laki itu kepadanya.
Yang ia tau, ia menyukai laki-laki sudah lebih dari 6 tahun.
Dengan perjalanan cintanya yang begitu kuat,
dia seakan menjadi sosok panutan bagiku dalam hal cinta. Jika ku pikir
kemungkinan perjalanan cintaku juga akan sama seperti dia. Ya, aku mencintainya
selama beberapa tahun ini, tanpa aku tau bagaimana perasaannya terhadapku dan
tak tau pula rasa ini akan terbalas atau tidak.
Sekarang aku mengerti
arti cinta yang sesungguhnya. Bukan untuk memiliki, tapi cukup di rasakan.
Walaupun aku berharap dia punya perasaan yang sama dengan ku tapi harapan itu
cukup ku pendam dalam hatiku. Tuhanku lebih tau daripada aku, Dia akan menemukan
ku dengan jodoh yang terbaik bagiku, malaupun itu bukan dirinya. Untuk sekarang
aku bahagia. Aku tak tau bagaimana keberlanjutan kisahku ini. Aku tetap
berharap.
Cinta itu di ciptakan
bukan hanya untuk sebuah ikatan, tapi bisa pula hanya sekedar untuk penghias
perjalanan hidup sampai manusia menemukan ikatan yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar