Kamis, 26 Maret 2015

HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF



Nama               : Siti Rahmah
NIM                : 1301150184
Fak / Jur          : Syari’ah dan Ekonomi Islam / Ekonomi Syari’ah
MK                  : Ilmu Tauhid


HUBUNGAN ILMU KALAM,
FILSAFAT DAN TASAWUF

A.    Titik Persamaan
Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganNya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi di lihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas maslaha ketuanan.
Argumentasi filsafat sebagaimana ilmu kalam di bangun di atas dasar logika. Oleh karna itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat di buktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Kerelatifan hasil karya logika itu menyebabkan beragamnya kebenaran yang dihasilkan.
Baik ilmu kalam, filsafat maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sediri pula, berusha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia ( yang belum atau tidak dapat di jangkau  oleh ilmu pengetahuan karna berada di laur atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan. Semnetara itu, tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal, berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
B.     Titik Perbedaan
Perbedaan di anatar ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodeloginya. Ilmu kalam sebagai ilmu yang menggunakan logika-di samping  argumentasi-argumentasi naqliyah- berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai  apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan  metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilahb dialog kegamaan. Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan  kebenaran agama yang dipertahankan melalui argument-argumen rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini  berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, prktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengelaman keagamaan yang dijelaskan  dengan pendekatan rasional.
Sementar itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam); tidal merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebgaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of coseptual clarity).
Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logika maka di dalm filsafat di kenal apa yang disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korspondensi, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan fakta dan data itu sendiri. Dengan bahasa yang sederhana, kebenaran adalah persesuaian antara apa yang ada di dalam rasio dengan kenyataan sebenarnya di alam nyata.
Di samping kebenaran korespondensi, didalam filsafat juag dikenal kebenaran koherensi. Dalam pandangan koherensi, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah di akui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran di anggap tidak benar alau tidak sesuai dengan kebenaran yang di anggap benar oleh ualam umum.
Disamping dua macam kebenaran di atas, didalam fulsafat di kenal juga kebenaran fragmatik. Dalam pandangan pragmatism, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility), dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan di anggap tidak benar kalau tidak tampak manfaatnya secara nyata dan sulit untuk dikerjakan.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuhilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalamanan seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh  bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan. Pengalaman rasa lebih mudah dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenarannya dan mudaj digambarkan dengan bahasa lambing, sehingga sangat interpretable (dapat di interpretasikan bermacam-macam). Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham atau inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf  dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri, yakni suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri  sebjek sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah bjeknya swaobjek, atau objeknya tidak objektif. Ilmu seperti ini di dalam sains dikenal dengan ilmu yang diketahui  bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu proorsional.
Didalam pertimbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri.  Sains berkembang menjadi sains kealaman, social dan humaniora; sedangkan filsafat berkembang lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan dan filsafat modern. Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.
Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi- di antaranya –berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya untuk mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio  secra prima untuk mengenal Tuhan  secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung.  Dengan cara ini, orang yang telah memiliki rasio sangat prima di harapkan mengenal Tuhan secara meyakinkan melalui rasionya. Adapun tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang ,memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas karna tidak memperoleh apa yang dicarinya.
Sebagian orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang tertentu. Jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang terakhir adalah ilmu tasawuf. Oleh sebab itu, merupakan suatu kekeliruan apabila dialektika kefilsafatan atau tasawuf teoritis diperkenalkan kepada masyarakat awam karna akan bedampak pada terjadinya rational jumping ( lompatan pemikiran).
C.     Titik Singgung antara Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam, sebagaimana telah disebutkan terdahulu, merupakan disiplin ilmu keislaman yang mengedeoankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasonal yang dimaksudkan adaah landasan pemahaman yang cenderungmenggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan hadis. Ilmu kalam sering menempatkan dirinya pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli),suatu metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan ilmu kalam ini hanya  hanya berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat islam, tanpa argumentasi rasional, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’ (mendengar), Bashar (melihat), Kalam (berbicara), Iradah (berkemauan), Qudrah (kuasa), Hayat (hidup) dan sebagainya. Namun, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya; Bagaimana pula perasaan hati seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengruh dari Qudrah (kekuasaan) Allah?
Pertanyaan ini sulit terjawab apabila hanya melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya yang membicarakan tentang penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah  atau di anjurkan , tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
As-Sunah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah tazawwuq. Ini tampak pada hadis Rasul yang dikutip dari Said Hawwa: “ Yang merasakan iman adalah orang yang rida keapada Allah sebagai Tuhan, rida kepada Islam sebgai agama, dan rida kepada Muhammad sebgai Rasul. Dalam hadis lain, Rasullallah pernah mengungkapkan, “Ada tiga perkatra yang mengakibatkan seorang dapat merasakan lezatnya iman : Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain; Orang mencintai hamba karna Allah; dan orang yang takut kembali kepada kekufuran, seperti ketakutannya untuk di masukkan kedalam api neraka”.
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan serta batasannya. Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Tidaklah cukup bagi seseorang yang hanya mengetahui batasan-batasannya. Hal ini karna terkadang seseorang yang sudah ahu batasan-batasan kemunafikan pun tetap saja melaksanakannya. Allah berfirman :
قالت الاعراب امنا قل لم تؤمنوا ولكن قولوا اسلمنا ولما يدخل الايمان في قلوبكم وان تطيعوااللة ورسولة لا يلتكم من اعمالكم شيئا ان اللة غفوررحيم           (الحجرت : 14)
Artinya : “Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman” Katakanlah, “Kamu belum beriman” tetapi katakanlah, “Kamu telah berislam” (tunduk)”. Karena iman itu belim masuk ke dalam hatimu.”
            Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati  atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
            Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawif. Oleh karna itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan, jika bertentangan atau tidak pernah di riwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
            Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional di samping muatan naqliyah.  Jika tidak di imbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmi kalam dapat bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati).
            Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, misalnya, muncullah kekufuran. Begitu juga ilmu tauhid dapat memberikan kontribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid telah lenyap maka akan timbullah penyakit-penyakit kalbu seperti ujub, congkak, riya dll.  Andaikata manusia sadar bahwa Allah-lah yang memberi niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna.  Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi).
            Al-Ghazali telah menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah, terutama ketika menjelaskan nama-nama Allah, materi pokok ilmu tauhid. Menurutnya nama Tuhan Ar-Rahman dan Ar-Rahim, pada aplikasi rohaniyahnya merupakan sebuah sifat yang harus diteladani. jika sifat Ar-Rahman di aplikasikan, seseorang akan memandang orang yang durhaka dengan kelemahan bukan kekerasan; melihat orang dengan mata Rahim, bukan dengan mata yang menghina, bahkan ia mencurakan ke-rahim-annya kepada orang yang durhaka agar dapat diselamatkan. Nama laian Allah yang petut diteladani adalah Al-Qudus (Mahasuci). Seorang hama akan suci kalau berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari khayalan dan segala persepsi yang dimiliki binatang.
            Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku tetapi lebih dinamis dam aplikatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar