Nama : Siti Rahmah
NIM : 1301150184
Fak / Jur : Syari’ah dan Ekonomi Islam / Ekonomi
Syari’ah
MK : Ilmu Tauhid
HUBUNGAN
ILMU KALAM,
FILSAFAT
DAN TASAWUF
A.
Titik
Persamaan
Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf
mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan
segala sesuatu yang berkaitan denganNya. Objek kajian filsafat adalah masalah
ketuhanan di samping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada.
Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan
terhadap-Nya. Jadi di lihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas
maslaha ketuanan.
Argumentasi filsafat sebagaimana
ilmu kalam di bangun di atas dasar logika. Oleh karna itu, hasil kajiannya
bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat di buktikan secara empiris, riset
dan eksperimental). Kerelatifan hasil karya logika itu menyebabkan beragamnya
kebenaran yang dihasilkan.
Baik ilmu kalam, filsafat maupun
tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan
metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan
dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sediri pula, berusha menghampiri
kebenaran, baik tentang alam maupun manusia ( yang belum atau tidak dapat di
jangkau oleh ilmu pengetahuan karna
berada di laur atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan. Semnetara itu,
tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal, berusaha menghampiri kebenaran yang
berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
B.
Titik
Perbedaan
Perbedaan di anatar ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek
metodeloginya. Ilmu kalam sebagai ilmu yang menggunakan logika-di samping argumentasi-argumentasi naqliyah-
berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak
nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya
ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah)
dikenal juga dengan istilahb dialog kegamaan. Sebagai sebuah dialog
keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui
argument-argumen rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu
ini berisi keyakinan-keyakinan
kebenaran, prktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengelaman keagamaan yang
dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementar itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk
memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode
rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan
atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (mengalam); tidal merasa terikat oleh
ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
Peranan filsafat sebgaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu
pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of
coseptual clarity).
Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja
logika maka di dalm filsafat di kenal apa yang disebut kebenaran
korespondensi. Dalam pandangan korspondensi, kebenaran adalah persesuaian
antara pernyataan fakta dan data itu sendiri. Dengan bahasa yang sederhana,
kebenaran adalah persesuaian antara apa yang ada di dalam rasio dengan
kenyataan sebenarnya di alam nyata.
Di samping kebenaran korespondensi, didalam filsafat juag dikenal
kebenaran koherensi. Dalam pandangan koherensi, kebenaran adalah kesesuaian
antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah di akui
kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran di anggap tidak benar
alau tidak sesuai dengan kebenaran yang di anggap benar oleh ualam umum.
Disamping dua macam kebenaran di atas, didalam fulsafat di kenal
juga kebenaran fragmatik. Dalam pandangan pragmatism, kebenaran adalah sesuatu
yang bermanfaat (utility), dan mungkin dapat dikerjakan (workability)
dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan di anggap tidak benar kalau
tidak tampak manfaatnya secara nyata dan sulit untuk dikerjakan.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada
rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuhilmu
yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif,
yakni sangat berkaitan dengan pengalamanan seseorang. Itulah sebabnya, bahasa
tasawuf sering tampak aneh bila dilihat
dari aspek rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan.
Pengalaman rasa lebih mudah dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh
kebenarannya dan mudaj digambarkan dengan bahasa lambing, sehingga sangat interpretable
(dapat di interpretasikan bermacam-macam). Sebagian pakar mengatakan bahwa
metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham atau inspirasi yang datang dari
Tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf
dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri, yakni suatu kebenaran
yang objeknya datang dari dalam diri
sebjek sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah bjeknya
swaobjek, atau objeknya tidak objektif. Ilmu seperti ini di dalam sains dikenal
dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit
knowledge, dan bukan ilmu proorsional.
Didalam pertimbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang
menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains
dan filsafat sendiri. Sains
berkembang menjadi sains kealaman, social dan humaniora; sedangkan filsafat
berkembang lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan dan filsafat modern.
Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.
Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi- di antaranya
–berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio
sebagai upaya untuk mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih
berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio secra prima untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan
kajian alam dan ekosistemnya langsung.
Dengan cara ini, orang yang telah memiliki rasio sangat prima di
harapkan mengenal Tuhan secara meyakinkan melalui rasionya. Adapun tasawuf
lebih berperan sebagai ilmu yang ,memberi kepuasan kepada orang yang telah
melepaskan rasionya secara bebas karna tidak memperoleh apa yang dicarinya.
Sebagian orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang
tertentu. Jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang
terakhir adalah ilmu tasawuf. Oleh sebab itu, merupakan suatu kekeliruan
apabila dialektika kefilsafatan atau tasawuf teoritis diperkenalkan kepada
masyarakat awam karna akan bedampak pada terjadinya rational jumping (
lompatan pemikiran).
C.
Titik
Singgung antara Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam, sebagaimana telah disebutkan terdahulu, merupakan disiplin
ilmu keislaman yang mengedeoankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam
Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang
mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah.
Argumentasi rasonal yang dimaksudkan adaah landasan pemahaman yang
cenderungmenggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah
biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan hadis. Ilmu
kalam sering menempatkan dirinya pada kedua pendekatan ini (aqli dan
naqli),suatu metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan ilmu kalam ini
hanya hanya berkisar pada
keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat islam, tanpa argumentasi
rasional, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu
tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak
menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan
bahwa Allah bersifat Sama’ (mendengar), Bashar (melihat), Kalam
(berbicara), Iradah (berkemauan), Qudrah (kuasa), Hayat
(hidup) dan sebagainya. Namun, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan
melihatnya; Bagaimana pula perasaan hati seseorang merasa bahwa segala sesuatu
yang tercipta merupakan pengruh dari Qudrah (kekuasaan) Allah?
Pertanyaan ini sulit terjawab apabila hanya melandaskan diri pada
ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya yang membicarakan tentang penghayatan
sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu tasawuf. Disiplin inilah
yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa
persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam
lingkup hal yang sunah atau di anjurkan
, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
As-Sunah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah tazawwuq.
Ini tampak pada hadis Rasul yang dikutip dari Said Hawwa: “ Yang merasakan
iman adalah orang yang rida keapada Allah sebagai Tuhan, rida kepada Islam
sebgai agama, dan rida kepada Muhammad sebgai Rasul. Dalam hadis lain,
Rasullallah pernah mengungkapkan, “Ada tiga perkatra yang mengakibatkan
seorang dapat merasakan lezatnya iman : Orang yang mencintai Allah dan
Rasul-Nya lebih dari yang lain; Orang mencintai hamba karna Allah; dan orang
yang takut kembali kepada kekufuran, seperti ketakutannya untuk di masukkan
kedalam api neraka”.
Pada
ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan serta batasannya. Adapun pada ilmu tasawuf
ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan
ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Tidaklah cukup
bagi seseorang yang hanya mengetahui batasan-batasannya. Hal ini karna
terkadang seseorang yang sudah ahu batasan-batasan kemunafikan pun tetap saja
melaksanakannya. Allah berfirman :
قالت الاعراب
امنا قل
لم تؤمنوا
ولكن قولوا
اسلمنا ولما
يدخل الايمان
في قلوبكم
وان تطيعوااللة
ورسولة لا
يلتكم من
اعمالكم شيئا
ان اللة
غفوررحيم
(الحجرت : 14)
Artinya : “Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman”
Katakanlah, “Kamu belum beriman” tetapi katakanlah, “Kamu telah berislam”
(tunduk)”. Karena iman itu belim masuk ke dalam hatimu.”
Dalam kaitannya
dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual
dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu
tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan
demikian ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat bahwa ilmu
tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun
berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawif. Oleh karna itu, jika timbul suatu
aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan
atau penyelewengan, jika bertentangan atau tidak pernah di riwayatkan dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf,
hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu
tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam
perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan ilmu kalam dalam dunia
islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional di samping
muatan naqliyah. Jika tidak di imbangi
dengan kesadaran rohaniah, ilmi kalam dapat bergerak kearah yang lebih liberal
dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga
ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari
kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati).
Bagaimanapun
amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa
sabar tidak ada, misalnya, muncullah kekufuran. Begitu juga ilmu tauhid dapat
memberikan kontribusi kepada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid
telah lenyap maka akan timbullah penyakit-penyakit kalbu seperti ujub, congkak,
riya dll. Andaikata manusia sadar bahwa
Allah-lah yang memberi niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid
merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum
sufi).
Al-Ghazali telah
menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah, terutama ketika
menjelaskan nama-nama Allah, materi pokok ilmu tauhid. Menurutnya nama Tuhan Ar-Rahman
dan Ar-Rahim, pada aplikasi rohaniyahnya merupakan sebuah sifat yang
harus diteladani. jika sifat Ar-Rahman di aplikasikan, seseorang akan
memandang orang yang durhaka dengan kelemahan bukan kekerasan; melihat orang
dengan mata Rahim, bukan dengan mata yang menghina, bahkan ia mencurakan
ke-rahim-annya kepada orang yang durhaka agar dapat diselamatkan. Nama laian
Allah yang petut diteladani adalah Al-Qudus (Mahasuci). Seorang hama
akan suci kalau berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari khayalan
dan segala persepsi yang dimiliki binatang.
Dengan ilmu
tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih
bermakna, tidak kaku tetapi lebih dinamis dam aplikatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar